JAKARTA, Mediakarya – Sejumlah pihak mempertanyakan tentang kondisi perekonomian Indonesia saat ini. Sebab selama ini proses pembangunan hanya ditopang dari utang luar negeri (ULN). Di mana hutang pokok belum terbayar, ditambah lagi pemerintah harus membayar bunga dengan utang.
Menanggapi persoalan tersebut, ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Dradjad Wibowo mengungkapkan, bila dilihat dari ukuran teori ekonomi makro clasik, bahwa tingkat ULN Indonesia dalam posisi aman.
Di mana rasio antara total utang pemerintah dengan produk domistik bruto (PDB) dibawah ambang batas 60 persen, jauh ketimbang Jepang dan Amerika. Berdasarkan catatan, bahwa Jepang memiliki total ULN diatas 200 persen lebih besar dibanding PDB negeri Sakura tersebut.
“Kenapa Jepang masih bertahan, karena orang masih percaya beli surat hutang mereka,” ucap Dradjad seperti yang dikutip Mediakarya dari Rafly Harun chanel, Rabu (15/9/2021).
Lebih lanjut, kata Drajad, permasalahannnya yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rasio pajaknya rendah terhadap PDB.
“Intinya, ketika kita berutang itu bukan persoalan sedikit dan banyaknya hutang. Misalnya kita punya hutang sepuluh tapi penghsilan kita hanya dua puluh tentunya ngos-ngosan. Berbeda kita punya hutang seribu tapi penghasilannya seratus ribu maka akan enteng bayarnya,” tandas Drajad.
Jadi, kata dia, yang menjadi kunci adalah bukan berapa besar ULN, tapi berapa rasio penghasilan negara dengan utang negara, selain rasio klasik yang dipake secara makro.
Drajad mencontohkan di tahun 2019 pemerintah membayar utang pokok Rp409 triliun, sementara bunga utang tersebut mencapai Rp276 triliun dengan total Rp 685 triliun.
“Kalau kita bagi dengan realisasi penerimaaan pajak sudah mencapai 51 persen lebih. Artinya separuh dari penerimaah pajak kita habis untuk bayar utang. Padahal penerimaah pajak kita hanya sepuluh hingga sebelas dari PDB, tapi kalau dilihat dari APBN tentunya sangat besar sekali,” katanya.
Sementara di tahun 2020 kata Drajad kondisinya lebih berat lagi. Di mana penerimaan negara menurun akibat pandemic Covid-19. Di tahun 2020 pembayaran pokok ULN total Rp729 triliun bila dibulatkan yang setara dengan 68 persen dari penerimaan pajak.
“Jadi dua pertiga dari penerimaan pajak habis untuk bayar utang. Ini yang membuat negara ngos-ngosan. Padahal dua puluh persen dari itu harus dipake untuk membiayai pendidikan. Sementara yang sebagaian sudah dialokasikan untuk transfer daerah. Sehingga yang dipake untuk kegiatan lain tinggal sedikit,” beber Drajad.
Oleh karenanya, Drajad menyarankan agar pemerintah melakukan terobosan untuk penerimaan negara. Karena kalau itu tidak dilakukan bangsa ini akan terjebak pada gali utang untuk bayar utang. (dji)